Jumat, Maret 13, 2009

Demam Berdarah Menyerang Lagi...!!!!

DEMAM BERDARAH YANG TAK KUNJUNG REDA (1)

PENYAKIT dengue disebabkan oleh salah satu dari empat virus (DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4). Virus ditularkan lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini merupakan penular atau vektor utama virus dengue di Indonesia dan sekitarnya. Adapun wabah demam berdarah dengue (DBD), tahun 2001, di Hawaii, ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictus.

Lebih dari 100 juta kasus DB muncul setiap tahun. Demam berdarah-dalam bahasa Inggris disebut dengue hemorrhagic fever/DHF-adalah kondisi penyakit dengue parah. DBD dapat berdampak fatal bila tidak terdeteksi dini dan dirawat dengan baik. Penanganan medis yang baik bisa menekan tingkat mortalitas akibat DBD lebih dari satu persen.

Penyakit dengue ditunjukkan oleh gejala demam tinggi, sakit kepala hebat, nyeri punggung dan persendian, rasa sakit pada mata, mual, dan nausea.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention AS, di kawasan Amerika semua serotipe virus dengue ditemukan. DEN-3 ditemukan lagi di Amerika Tengah tahun 1994 dan sekarang ditemukan di beberapa wilayah di benua Amerika. Padahal, serotipe itu telah dinyatakan hilang dari benua itu hampir 20 tahun lalu. Diduga populasi dengan tingkat imunitas yang rendah membuat virus menyebar pesat.

Serotipe ini pertama kali terdeteksi di Nikaragua dengan munculnya epidemi DBD. Hampir bersamaan DEN-3 juga ditemukan di Panama dan Costa Rica pada tahun 1995.

***

EPIDEMI demam berdarah pertama kali dilaporkan terjadi tahun 1779-1780 di Asia, Afrika, dan Amerika Utara. Wabah yang terjadi hampir bersamaan di tiga benua itu mengindikasikan, virus itu dan nyamuk sebagai vektornya menyebar ke seluruh dunia lewat kapal yang berlayar lebih dari 200 tahun lalu.

Pandemik global dengue dimulai di Asia Tenggara setelah Perang Dunia II dan menyebar intensif dalam 15 tahun terakhir. Di Asia Tenggara, epidemi demam berdarah pertama kali muncul tahun 1950-an, tetapi menjelang tahun 1975 menjadi kasus penyakit utama yang menyebabkan kematian pada anak-anak di kawasan itu.

Tahun 1980-an, DBD mulai meluas di Asia dengan Sri Lanka, India, dan Kepulauan Maladewa sebagai daerah epidemi DBD terbesar. Epidemi yang terjadi di Cina disebabkan oleh empat serotipe. Di antaranya DEN-2, yang menyebabkan epidemi DBD yang terbesar.

Penyebaran penyakit progresif ke negara Asia lain terjadi dalam 15 tahun terakhir. Tahun 1981 strain baru DEN-2 dari Asia Tenggara dilaporkan CDC menyebabkan epidemi DBD pertama di Kuba. Strain ini menyebar cepat ke seluruh kawasan dan menyebabkan wabah di Venezuela, Kolombia, Brasil, Guinea, Suriname, dan Puerto Rico. Menjelang tahun 1997, 18 negara di Amerika dilaporkan menghadapi kasus tersebut.

Strain DEN-3 yang ditemukan di Panama dan Nikaragua, diketahui berasal dari Asia. Virus ini sebelumnya pada masa paling awal ditemukan di Amerika. Serotipenya juga diketahui menyebabkan epidemi DBD di Sri Lanka dan India tahun 1980-an. Sayangnya, meskipun sudah hampir tiga abad virus ini diketahui, penanggulangannya belum bisa tuntas. Maka korban-korban pun masih terus berjatuhan.

KEMARAHAN alam tampaknya belum selesai kepada bangsa ini. Belum reda getaran gempa di Nabire, muncul gempa serupa di Padang Panjang. Belum surut air yang merendam Pontianak dan sekitarnya, banjir sudah melanda berbagai daerah di Pulau Jawa. Kini, saat bencana alam masih berlanjut, muncul kejadian luar biasa nasional demam berdarah.

Demam berdarah pun bisa dikategorikan dampak alam yang murka. Sebagai penyakit berbasis lingkungan, perubahan cuaca turut menjadi pemicunya. Perubahan cuaca ekstrem-antara lain karena pemanasan global akibat gas-gas polutan- membuat kepadatan nyamuk meningkat. Ketidakpedulian pada lingkungan makin memicu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (pembawa virus demam berdarah) berkembang biak di air jernih, sejuk, dan gelap.

Pola cuaca di Asia Tenggara sendiri sangat terkait dengan insiden munculnya penyakit ini. Tingkat penyebaran virus yang tinggi terjadi pada peralihan musim: dengan curah hujan tinggi dan suhu udara yang tinggi pula.

Kondisi makin berat karena virus demam berdarah-sebagaimana virus pada umumnya-amat mudah bermutasi. Menurut Syafruddin PhD, ahli mikrobiologi di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, mutasi virus merupakan salah satu upaya bertahan hidup terhadap berbagai kondisi yang mengancam kelangsungannya. Lahirlah tipe virus baru.

"Ada dua model perubahan genetik virus, yaitu terjadi spontan karena pengaruh lingkungan ekstrem di sekitarnya dan secara evolutif atau perlahan-lahan karena perubahan atau tekanan terhadap habitat virus maupun vektornya," papar Syafruddin.

Evolusi virus dengue diperkirakan terjadi selama 200 tahun terakhir, termasuk yang dipicu oleh induksi obat atau zat kimia. Kondisi ini tidak hanya merepotkan, tetapi membahayakan jiwa karena varian-varian virus dengue menunjukkan gejala berbeda-beda apabila menjangkiti manusia.

Kondisi itu pula yang membuat Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Umar Fahmi Achmadi menduga munculnya serotipe virus baru demam berdarah di lapangan. Maklumlah, pada sebagian pasien tidak muncul manifestasi klinis demam berdarah.

Direktur Rumah Sakit (RS) Hasan Sadikin, Bandung, Cissy Rachiana SP mengatakan, penderita DBD yang dirawat di RS Hasan Sadikin banyak yang tidak menunjukkan gejala khas atau umum seperti ruam merah. Apakah itu pertanda munculnya varian baru dari virus dengue, belum bisa dipastikan. "Itu masih diteliti," katanya.

Masih misteri

Kenyataannya, demam yang disebabkan virus dengue-sehingga disebut demam berdarah dengue (DBD)-memang masih mengandung misteri. Selain gejala awalnya tidak khas, hal lain yang berkaitan dengan virusnya juga masih gelap. Yang kini diketahui, ada empat tipe virus dengue: tipe 1, 2, 3, dan 4.

Diakui dari empat serotipe di atas telah muncul ratusan strain (tipe). Masing-masing strain menimbulkan reaksi antigen dan antibodi yang berbeda-beda. Semua juga menimbulkan dampak kesakitan yang berat berupa perdarahan dan dapat berakibat fatal, tergantung kondisi individual pasien.

Namun, tidak ada manifestasi klinis yang khas pada setiap tipe. Ada yang hanya menimbulkan gejala demam sehingga pasien menganggapnya sebagai flu biasa. Ada yang berdampak perdarahan pada inangnya atau manusia, kemudian dikenal sebagai DBD.

"Infeksi virus yang menimbulkan manifestasi klinis berat di Indonesia adalah tipe 3, sedangkan di Thailand tipe 2," tutur dr Tjahjani Mirawati Sudiro PhD dari Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).

Sejauh ini penderita yang manifestasi klinisnya berat di RS Hasan Sadikin terkena virus dengue tipe 3. Namun, laboratorium belum dapat mengonfirmasi apakah virus dengue tipe 3 memang menunjukkan gejala tidak khas.

Kepala Suku Dinas Penyehatan Lingkungan Jawa Barat Fatimah Resmiati juga membenarkan adanya tren gejala yang tidak khas tersebut. Sayang, kecurigaan soal varian baru virus dengue belum bisa dikonfirmasikan.

Fatimah menuturkan, setahun lalu seorang dokter mengirimkan sampel darah putrinya yang berumur 17 tahun, yang meninggal karena sakit seperti flu berat, ke laboratorium Center for Disease Control and Prevention (CDC) in Atlanta di Amerika Serikat. Hasil uji laboratorium menyebutkan anak tersebut terserang demam berdarah dengue. Meski virus mudah bermutasi, tidak ada kepastian apakah itu varian baru virus dengue atau bukan.

Menurut Prof Agus S Rahman, Kepala Jurusan Mikrobiologi FKUI, penelitian di FKUI selama tiga tahun terakhir adalah mengembangkan diagnostik dan pemetaan genetik virus tersebut. "Saat ini baru sebagian gen virus dan fungsi dari setiap gen yang sudah terpetakan," ujarnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Berbagi ilmu dengan yang lain akan lebih bermanfaat.